Hari Epilepsi Dunia, Kenali Gejala dan Penanganannya

Hari Epilepsi Dunia, Kenali Gejala dan Penanganannya

Gejala umum penderita epilepsi yakni kejang-kejang. Namun, ketika ada orang yang mengalami kejang belum tentu mengidap epilepsi. Karena faktor penyebab kejang cukup banyak. Seperti trauma benturan kepala atau tumor di kepala.

Apabila kejang terjadi kepada anak, penyebab paling umum yakni mereka lahir secara prematur dan terlahir dengan kelainan otak. Namun, penyebab utama epilepsi adalah pola aktivitas listrik tidak normal di otak.


Berdasarkan data yang dirangkum sejak tahun lalu, rumah sakit mencatat lebih kurang ribuan pasien telah mendapatkan pelayanan secara excellence di National Hospital. Perlu diketahui, pada tahun lalu, estimasi jumlah pasien epilepsy di Indonesia sekitar 1,5 juta orang (secara nasional). Dengan prevalensi 0.5-0.6 persen dari penduduk Indonesia.


Usia pasien epilepsy tergolong beragam. Mulai dari balita hingga usia 50 tahun ke atas. Tidak jarang, masyarakat awam masih beranggapan jika epilepsy merupakan penyakit gangguan mental, kutukan, dan bisa sembuh sendiri. Selain itu, informasi penanganan medis masih belum diketahui secara luas. Karena itu, National Hospital berkomitmen untuk turut serta aktif menggelar purple day setiap tahunnya. Cara tersebut sebagai untuk meningkatkan kesadaran dunia terhadap epilepsy dan untuk menghilangkan mitos dan ketakutan umum akan gangguan neurologis tersebut.


Lantas, bagaimana penanganan medis bagi pasien epilepsy? Pertama, pasien perlu konsultasi terlebih dulu dengan dokter. Setelah itu, pasien butuh skrining untuk mengetahui penyebab epilepsy. Skrining itu melalui MRI, EEG, dan PET Scan. Skrining dilakukan atas saran dari dokter dan melihat kondisi pasien. Sangat penting, pasien mempunyai catatan/ histori terjadinya kejang. Sebab, catatan itu menjadi bahan evaluasi dari dokter yang menangani.


Selain itu, history tersebut bakal dijadikan sebagai penentu jenis/ tipe kejang. Setelah ditemukan jenis/ tipe kejang, dokter akan menentukan terapi yang tepat bagi pasien. Biasanya, terapi pertama diawali dengan pemberian obat-obatan anti epilepsy. Kemudian, kondisi pasien dievaluasi, apakah kejangnya terkontrol atau tidak. Nah, jika kejang tidak terkontrol, maka pasien direkomendasikan untuk tindakan operasi.


Di National Hospital tersedia layanan khusus epilepsy. Yakni, Epilepsi Center (epic). Diresmikan sejak tahun lalu, EPIC menjadi fasilitas penanganan epilepsy secara komprehensif di Indonesia. Adapun fasilitas EPIC di Nathos memiliki MRI 3 TESLA dengan protocol khusus. Lalu, EPIC juga memiliki fasilitas long term video EEG yang jarang dimiliki oleh rumah sakit lain di Indonesia. Fasilitas EPIC didukung oleh dokter spesialis saraf dan bedah saraf yang khusus mendalami epilepsy. Serta, tentunya, perawat yang terlatih dalam mengoperasionalkan EEG.


Tahun ini, National Hospital mengajak rekan asuransi dari Manulife LKG untuk bersama-sama bergandengan tangan. Tentunya, dalam membangun kepedulian terhadap penyakit epilepsi. Di dalam diskusi hari epilepsi sedunia, National Hospital juga menghadirkan Arvin Widiawan, penulis buku Epilepsi: Kawan atau Lawan.


Arvin merupakan pejuang epilepsi dan pasien dari National Hospital. Pria kelahiran 1994 itu menyelesaikan studinya di bidang International Tourism Management pada 2016 di Bangkok University International, Thailnad. Arvin juga menyelesaikan studi magister manajemennya dengan konsentrasi Tourism and Hospitality Management pada 2020 di UK Petra, Surabaya.


#epilepsi #hariepilepsidunia #hariepilepsi2023 #2023 #nationalhospital #rumahsakit

Komentar